Ketua Umum HMI Komisariat Universitas Darunnajah: Kekerasan di Sekolah Menjadi Bentuk Penyimpangan Dari Hakikat Pendidikan
Harianindonesia.net, Sekolah atau lembaga pendidikan merupakan tempat berlangsungnya proses pendidikan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengubah tingkah laku individu ke arah yang lebih baik melalui interaksi dengan lingkungan sekitar. Lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi salah satunya fungsi sosialisasi, artinya lembaga pendidikan memiliki peran penting dalam sosialisasi individu. Melalui lembaga pendidikan, individu belajar tentang nilai-nilai sosial, norma, dan etika yang diterima oleh masyarakat. Lembaga pendidikan juga membantu individu untuk memahami peran mereka dalam masyarakat dan mengembangkan keterampilan sosial yang diperlukan untuk berinteraksi dengan orang lain.
Namun meski memiliki fungsi sosialisasi yang di dalamnya mengajarkan hal-hal sebagaimana yang telah disebutkan, faktanya sampai hari ini masih banyak terjadi kasus kekerasan di lingkungan sekolah. Hal ini diperkuat dengan data yang dihimpun oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), sepanjang tahun 2023 kasus kekerasan atau bullying meningkat dan masih menjadi teror bagi anak-anak di lingkungan sekolah. Sementara itu untuk jenis bullying yang sering dialami korban ialah bullying fisik (55,5%), bullying verbal (29,3%), dan bullying psikologis (15,2%). Sedangkan untuk tingkat jenjang pendidikan, siswa SD menjadi korban bullying terbanyak (26%), diikuti siswa SMP (25%), dan siswa SMA (18,75%).
Hal ini tak luput dikritisi oleh Putri Shabilla Achmad selaku Ketua Umum HMI Komisariat Universitas Darunnajah, dia berpendapat bahwa kekerasan di sekolah bertolak belakang dengan hakikat pendidikan
Undang-Undang No 20 Tahun 2003, menjelaskan bahwa "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar serta proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara."
Menurutnya, kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah sama sekali tidak mencerminkan pengembangan spiritual keagamaan, pengendalian diri dan akhlak mulia seperti yang dijelaskan dalam hakikat pendidikan.
Selain itu, meskipun pelaku kekerasan di sekolah masih dikategorikan anak di bawah umur, tetap diperlukan adanya sanksi serius, sebab tak jarang korban kekerasan di sekolah tidak hanya mengalami trauma tetapi juga sampai kehilangan nyawa. Hal ini juga bisa menjadi bahan pertimbangan untuk mengkritisi peraturan terkait sanksi pidana bagi anak di bawah umur. (Resky)
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow